Malam ini bukan mau cerita tentang Madzab Mbah Gendeng ataupun seputar bisnis online akan tetapi kekaguman pada sosok alm mbah surip yang dengan kegendengannya yang pas bisa mearmbas bisnis dan menggebrak blantika musik indonesia.
Madzab Mbah Surip
Jika kita cermati secara mendalam, aktualisasi diri dalam perspektif Mbah Surip merupakan kesejatian dari lakuan berkesenian dan berkebudayaan. Sebagaimana Marquis De Sade yang berhasrat menulis cerita-cerita porno, meskipun penjara dan hukuman mati menanti, tidak menyurutkan hasratnya untuk menulis. Banyak seniman-seniman tanah air yang juga beraktualisasi diri dengan menorehkan prestasi (yang tidak hanya diterjemahkan sebagai popularitas semata), sebagaimana madzab berkesenian yang diimani oleh Mbah Surip. Madzab berkesenian dan berkebudayaan yang menomorduakan popularitas memberikan ruang bagi tumbuh, kembang, dan menggeliatnya kreatifitas, sehingga menghasilkan produk kesenian yang berkualitas.
Sosok paruh baya seperti Iwan Fals, Deddy Mizwar, ataupun generasi yang lebih muda seperti Nicholas Saputra, Lukman Sardi, dan lain sebagainya merupakan sosok seniman yang memang menumpahkan segenap potensi yang ada dalam dirinya untuk seni itu sendiri. Seperti halnya Mbah Surip, seniman-seniman yang tidak memburu popularitas tersebut sungguh-sungguh berhasrat menemukan ekstase dalam lakuan berkesenian dan berkebudayaan.
Popularitas hanyalah dianggap sebagai side effect dari kerja yang telah dilakukannya. Terakhir, pengiman madzab Mbah Surip atau yang bisa jadi menyebut dirinya sebagai “Suripers” sesungguhnya adalah individu cerdas yang menganggap prestasi dan kesuksesan tidak dinilai dengan popularitas. Meskipun publik tanah air tidak akan lagi dapat menikmati persenyawaan fisik secara langsung dengan Mbah Surip, namun madzab berkesenian yang ditinggalkannya patut menjadi kajian mendalam yang juga layak untuk diimankan, dalam konteks kehidupan secara menyeluruh maupun dalam konteks berkesenian dan kebudayaan.
Kematiannya yang diduga karena kelelahan akibat padatnya kegiatan memberikan peringatan bahwa ketika hidup (dan atau berkesenian) hanya untuk memburu popularitas maka konsekuensinya adalah tersitanya waktu, tenaga, perhatian, maupun kemampuan. Dari sisi vitalitas karya seni, ketersitaan ini dapat membunuh kualitas karya seni. Dari sisi vitalitas tubuh, ketersitaan ini dapat membunuh. Selamat Jalan Mbah Surip. Memang, bukan popularitas yang manusia gendong ketika menghadap-Nya. (*)
Low Price HP
Jumat, 27 November 2009
Selasa, 17 November 2009
2012 Puncaki 'Box Office'
Benahkah Ramalan Kiamat 2012 akan terjadi ? Dengan antrian pembelian tiket yang masih panjang bahkan hingga hari ini termasuk di Jakarta, wajar jika film 2012 epik terbaru tentang bencana dunia, 2012, langsung menduduki tangga teratas box office film-film dunia. Sebagaimana dilaporkan LA Times, Senin (16/11), sejak dirilis tepat memasuki weekend kemarin, film ini sudah meraih pemasukan tayangan sebesar USD 65 juta di AS dan Kanada saja, serta 'angka fantastis' USD 160 juta di berbagai belahan dunia lainnya.
Artinya, total USD 225 juta sudah diraup oleh film ini dalam beberapa hari saja. Sebuah prestasi cukup luar biasa bagi karya terbaru Roland Emmerich, sutradara spesialis film-film bencana tersebut, serta hasil yang menggembirakan tentunya bagi Sony Pictures selaku distributornya. "Sebuah pencapaian luar biasa yang bahkan mungkin tak terprediksikan sebelumnya oleh bangsa Maya (kaum Indian di Amerika Selatan yang jadi landasan cerita film itu, Red)," tulis editor LA Times.
Pencapaian 2012 itu sebenarnya cukup bersaing ketat dengan gapaian film baru lainnya, yakni Christmas Carol keluaran Disney, yang sementara duduk di posisi kedua. Seperti sudah banyak diketahui, 2012 yang berdurasi 162 menit ini sendiri, merupakan sebuah film yang dibuat berdasarkan ramalan suku Maya bahwa dunia akan berakhir (kiamat) pada tanggal 21 Desember 2012 mendatang.
Dengan hasil sedemikian rupa, kontan biaya produksi film ini sudah tertutupi hanya dalam beberapa hari dan pihak Sony tinggal menunggu bertambahnya pemasukan mereka. Disebutkan, 2012 sendiri dibuat dengan biaya produksi sekitar USD 200 juta, plus sekitar USD 10 juta biaya pemasaran. Namun, hasil ini bukannya sama sekali tak diperkirakan. Setidaknya di AS saja, beberapa pengamat sebelumnya juga sudah memprediksi bahwa hasil awal 2012 secara domestik memang bisa di atas USD 50 juta.
Capaian film ini jelas masih bakal terus meningkat, karena di beberapa pasar internasional besar seperti Jepang misalnya, dalam beberapa hari ini 2012 tercatat baru saja atau masih akan dirilis perdana. "Ini akan menjadi sebuah sukses teramat besar bagi studio kami," ungkap Rory Bruer, Presiden Distribusi Sony Pictures.
Sementara itu bagi sang sutradara sendiri, Emmerich, sukses ini merupakan yang terbesar kedua baginya dalam hal pemasukan pekan pertama di dalam negeri. Film The Day After Tomorrow (TDAT) karyanya tahun 2004 lalu, tercatat bahkan meraih hampir USD 70 juta di AS saja dalam pekan pertamanya. Namun perlu dicatat, bahwa TDAT saat itu dirilis pada akhir pekan yang kebetulan sedang libur tiga hari - berbeda dengan 2012 yang rilis di weekend normal dengan libur Sabtu-Minggu.
Artinya, total USD 225 juta sudah diraup oleh film ini dalam beberapa hari saja. Sebuah prestasi cukup luar biasa bagi karya terbaru Roland Emmerich, sutradara spesialis film-film bencana tersebut, serta hasil yang menggembirakan tentunya bagi Sony Pictures selaku distributornya. "Sebuah pencapaian luar biasa yang bahkan mungkin tak terprediksikan sebelumnya oleh bangsa Maya (kaum Indian di Amerika Selatan yang jadi landasan cerita film itu, Red)," tulis editor LA Times.
Pencapaian 2012 itu sebenarnya cukup bersaing ketat dengan gapaian film baru lainnya, yakni Christmas Carol keluaran Disney, yang sementara duduk di posisi kedua. Seperti sudah banyak diketahui, 2012 yang berdurasi 162 menit ini sendiri, merupakan sebuah film yang dibuat berdasarkan ramalan suku Maya bahwa dunia akan berakhir (kiamat) pada tanggal 21 Desember 2012 mendatang.
Dengan hasil sedemikian rupa, kontan biaya produksi film ini sudah tertutupi hanya dalam beberapa hari dan pihak Sony tinggal menunggu bertambahnya pemasukan mereka. Disebutkan, 2012 sendiri dibuat dengan biaya produksi sekitar USD 200 juta, plus sekitar USD 10 juta biaya pemasaran. Namun, hasil ini bukannya sama sekali tak diperkirakan. Setidaknya di AS saja, beberapa pengamat sebelumnya juga sudah memprediksi bahwa hasil awal 2012 secara domestik memang bisa di atas USD 50 juta.
Capaian film ini jelas masih bakal terus meningkat, karena di beberapa pasar internasional besar seperti Jepang misalnya, dalam beberapa hari ini 2012 tercatat baru saja atau masih akan dirilis perdana. "Ini akan menjadi sebuah sukses teramat besar bagi studio kami," ungkap Rory Bruer, Presiden Distribusi Sony Pictures.
Sementara itu bagi sang sutradara sendiri, Emmerich, sukses ini merupakan yang terbesar kedua baginya dalam hal pemasukan pekan pertama di dalam negeri. Film The Day After Tomorrow (TDAT) karyanya tahun 2004 lalu, tercatat bahkan meraih hampir USD 70 juta di AS saja dalam pekan pertamanya. Namun perlu dicatat, bahwa TDAT saat itu dirilis pada akhir pekan yang kebetulan sedang libur tiga hari - berbeda dengan 2012 yang rilis di weekend normal dengan libur Sabtu-Minggu.
Selasa, 10 November 2009
Yuniza Umirtuningsih Artis Korban Pemerkosaan di Puncak ?
Artis sinetron belia pendatang baru yang melaporkan dirinya diperkosa oleh dua kru film pada Senin (2/11) malam di Puncak, Bogor berinisial YU adalah bernama Yuniza Umirtuningsih.
Kabar tersebut beredar melalui milist internet Artis diperkosa, disebutkan Yuniza Umirtuningsih juga pernah memperankan bareng dengan artis Nikita Willy. Tak hanya itu, Yuniza mempunyai kedekatan dengan beberapa artis lainnya.
Namun saat ini Yuniza Umirtuningsih belum dapat dikonfirmasi keberadaanya sekarang, setelah melaporkan kejadian pemerkosaan terhadap dirinya.
Sebelumnya diberitakan oleh beberapa media korban pemerkosaan artis oleh kru film berinisial YU, yang kini dikabarkan korban bernama Yuniza Umirtuningsih.
Korban yang berinisial YU mengadukan peristiwa itu ke Kepolisian Sektor Cisarua, Senin (2/11). Lalu polisi dapat menangkap salah satu pelaku bernama Zuhelmy dan sebuah mobil Xenia warna silver bernomor polisi B 7648 VJ dan HP rampasan milik korban.
Yuniza sebelumnya menjalani visum di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor.
Rabu, 04 November 2009
TPF Efektif Bila Kapolri, Jaksa Agung dan Kabareskrim Dicopot Dulu
Gonjang ganjing Transkrip Rekaman KPK membuat pemerintah melakukan Pembentukan tim pencari fakta (TPF) kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah diusulkan 4 tokoh nasional ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski idenya bagus, namun keberadaan TPF saat ini kurang efektif karena berkas keduanya hampir selesai.
"Itu sih bagus-bagus saja, tapi sebenarnya kurang efektif karena kalau urusan fakta sebenarnya kan sudah selesai. Berkasnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan," kata Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil kepada detikcom, Senin (2/11/2009).
Meski begitu, kata Arsil, TPF boleh-boleh saja dibentuk. Namun ada syarat yang harus dipenuhi yaitu Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kabareskrim dicopot yaitu Komjen Susno Duadji, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji harus diberhentikan terlebih dulu.
"Kan selama ini kasus ini langsung ditangani oleh mereka, padahal TPF itu kan paling tinggi hanya setingkat penyidik," kata Arsil.
"Jadi mereka harus diberhentikan dulu supaya masyarakat kembali ada kepercayaan kepada polisi dan kejaksaan. Kalau sekarang, siapa yang percaya dengan mereka?" lanjutnya.
Lalu jika jadi dibentuk, siapa kira-kira orang-orang yang akan menjadi bagian tim itu? "Yang jelas, orang-orang itu harus yang paham betul soal hukum acara pidana," jawab Arsil.
Langganan:
Postingan (Atom)